Minggu, 22 September 2019

Candi Borobudur Paling Besar Di Dunia

Candi Borobudur ialah candi buddha paling besar di dunia. Siapa yang tidak mengenal dengan bangunan yang mempunyai kisah-kisah lama sebagai riwayat ini? Candi yang terdapat di wilayah Magelang, Jawa Tengah ini sudah menarik pelancong domestik atau luar negeri untuk hadir bertandang. Bangunan yang dipandang suci buat penganut agama buddha ini dibuat seputar pada tahun 780-840 masehi. Pada saat pemerintahan Dinasti Syailendra. Candi Borobudur sudah pernah dikatakan hilang sebab tertutup oleh abu vulkanik saat Gunung Merapi alami erupsi. Sampai candi ini kembali diketemukan oleh pasukan Inggris di bawah pimpinan Sir Thomas Stamford Raffles yang jadi penemu bunga Rafflesia Arnoldi itu. Ruang candi sukses dibikin bersih semuanya pada tahun 1835.

Borobudur dibuat dengan style Mandala yang menggambarkan alam semesta dalam keyakinan Buddha. Susunan bangunan ini berupa kotak dengan empat pintu masuk serta titik pusat berupa lingkaran. Bila disaksikan di luar sampai ke terdiri jadi dua sisi yakni alam dunia yang terdiri jadi tiga zone dibagian luar, serta alam Nirwana dibagian pusat.
Zone pertama disebutkan kamadhatu yang mempunyai makna alam dunia yang kelihatan serta sedang dihadapi oleh manusia saat ini. Kamadhatu mempunyai 160 relief yang menerangkan karmawibhangga sutra, yaitu hukum karena karena. Memvisualisasikan mengenai karakter serta nafsu manusia. Zone ke-2 disebutkan rupadhatu yang mempunyai makna alam pengalihan, dimana manusia sudah dibebaskan dari masalah dunia. Rupadhatu terbagi dalam ukiran relief serta patung buddha, yang keseluruhannya ada 328 patung buddha yang mempunyai hiasan relief pada ukirannya. Menurut manuskrip Sansekerta di bagian ini terbagi dalam 1300 relief yang berbentuk Gandhawyuha, Lalitawistara, Jataka serta Awadana. Semuanya melintang sejauh 2,5 km dengan 1212 panel.

Serta yang paling akhir ialah zone ke-3 yang mempunyai makna alam paling tinggi, rumah Tuhan. Pada zone ini ada 3 serambi berupa lingkaran ke arah kubah dibagian pusat atau stupa yang memvisualisasikan kebangkitan dari dunia. Di bagian ini tidak ada ornament atau hiasan, yang bermakna memvisualisasikan kemurnian paling tinggi.

Serambi di bagian ini terbagi dalam stupa berupa lingkaran yang berlubang, lonceng terbalik, berisi patung buddha yang ke arah sisi luar candi. Ada 72 stupa keseluruhannya. Stupa paling besar yang ada ditengah-tengah tidak setinggi versus aslinya yang mempunyai tinggi 42m di atas tanah dengan diameter 9.9m. Berlainan dengan stupa yang mengitarinya, stupa pusat kosong serta memunculkan pembicaraan jika sebetulnya ada isi tetapi ada juga yang memiliki pendapat jika stupa itu memang kosong.

Sedang untuk relief dari candi ini, dengan keselurhan ada 504 buddha dengan sikap meditasi serta enam tempat tangan yang berlainan di selama candi. Sepanjang retorasi pada awal era ke 20, diketemukan candi-candi kecil di sekitar candi borobudur salah satunya, cand pawon serta candi mendut yang segaris dengan candi borobudur. Ke-3 candi ini membuat rute untuk Festival Hari Waisak yag diadakan setiap tahun waktu bulan purnama pada bulan April atau Mei. Festival itu jadi peringatan atas lahir serta wafatnya, dan pencerahan yang diberi oleh Buddha Gautama.

Makanan Gudeg Istimewah Yogyakarta 


Siapa yang tidak mengenal gudeg? Gudeg sudah diketahui oleh warga Indonesia terutamanya jadi makanan ciri khas dari Kota Yogyakarta. Popularitas itu yang membuat Yogyakarta diketahui dengan nama Kota Gudeg. Gudeg ialah makanan tradisionil yang terbuat dari Nangka muda (nangka) yang di rebus sepanjang beberapa saat dengan gula kelapa dan santan. Dengan diperlengkapi dengan beberapa bumbu penambahan membuat Gudeg jadi berasa manis dilidah serta mempunyai rasa yang ciri khas serta enak sesuai hasrat warga Jawa biasanya.

Pada penyajiannya, Gudeg biasa di melengkapi dengan nasi putih, ayam, telur rebus, tahu atau tempe, serta rebusan terbuat dari kulit sapi fresh atau lebih diketahui dengan nama sambal goreng krecek. Ada beberapa macam Gudeg yang diketahui sekarang yakni type Gudeg kering serta Gudeg basah. Gudeg kering cuma mempunyai dikit santan sesaat Gudeg basah meliputi semakin banyak susu kelapa atau santan. Beberapa jenis Gudeg itu memengaruhi rasa yang dipunyai oleh Gudeg. Walau umumnya manis, Gudeg terkadang mempunyai rasa yang pedas seperti yang ada pada daerah Jawa Timur.

Awalannya Gudeg yang diketahui oleh warga Indonesia terutamanya Yogyakarta zaman dulu ialah Gudeg Basah. Bersamaan perubahan zaman, keperluan Gudeg untuk oleh-oleh yang makin berkembang selaras dengan timbulnya Gudeg kering. Gudeg kering baru diketemukan seputar enam dasawarsa waktu lalu. Sifatnya yang kering membuat gudeg itu bertahan lama serta seringkali digunakan jadi oleh-oleh yang tentunya berefek dengan timbulnya industri rumahan yang menyediakan oleh-oleh Gudeg ciri khas Yogyakarta.

Kekhasan yang lain dari masakan gudeg ialah paketannya. Jika Anda belanja Gudeg jadi makanan ciri khas Yogyakarta, sering Gudeg itu dikemas dengan memakai besek. Besek ialah bungkus dari anyaman bamboo yang dibuat demikian rupa berupa sisi empat serta bisa dipakai jadi tempat Makanan. Diluar itu Gudeg seringkali dikemas memakai kendil yakni berbentuk wadah yang terbuat dari tanah liat. Paket itu umumnya banyak diketemukan pada beberapa penjual gudeg yang sudah populer di Yogyakarta seperti Gudeg Wijilan. Wijilan memang sesuatu area yang populer dengan penjual Gudegnya.

Sampai sekarang, belum didapati dengan jelas mengenai riwayat Gudeg. Beberapa pandangan mengaitkan Gudeg jadi makanan dari Kraton Yogyakarta, sesaat yang lain berpandangan jika Gudeg sudah lama ada semenjak penyerangan pertama ke Batavia pada 1726-1728 oleh pasukan Sultan Agung yang tertera dalam riwayat walau belum bisa dibuktikan kebenarannya. Tetapi dalam beberapa rangkuman tentang riwayat Gudeg bisa diambil kesimpulan jika Gudeg ialah makanan Warga dahulu kala sebab bahan bakunya yakni nangka muda gampang untuk diketemukan di pekarangan seputar rumah masyarakat. Nangka itu selanjutnya diproses serta ditingkatkan hingga jadi Gudeg makanan ciri khas warga Yogyakarta sampai sekarang.